Jumat, 15 Juli 2016

Analisis Novel Sepatu Dahlan


1.      IDENTIFIKASI NOVEL
Judul                           : Sepatu Dahlan
Pengarang                   : Khrisna Pabichara
Penerbit                       : Noura Books (Mizan Publika)
Cetakan                       : Pertama
Tahun Terbit               : Mei, 2012
Tempat Terbit             : Jakarta
Tebal Buku                 : 390 halaman ;14 cm x 21 cm


2.      UNSUR INTRINSIK
a.       Tema                     : Tema dalam novel ini yaitu Impian atau cita-cita. Secara umum dalam novel ini pengarang ingin mengungkapkan masalah sosial khususnya kemampuan seseorang untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan hidupnya dengan menempuh berbagai cara.


b.       Tokoh                  
Tokoh Utama           : Dahlan
Tokoh Pembantu      : Bapak, Ibu, Zain, Mbak Atun, Mbak Sofwati, Ustad Ilham,  Kadir, Imran, Komariyah, Maryati, Aisha, dan Arif
c.       Penokohan           
1)   Dahlan adalah anak yang memiliki watak  pekerja keras, pantang menyerah, patuh, dan berjiwa pemimpin,
Karakter          :
a.       Pekerja Keras
“selama ini tak ada waktu luang agar aku bisa belajar dengan tenang, setelah sholat shubuh sudah harus menyabit rumput, terus ke sekolah, setelahnya menyabit rumput lagi, lalu belajar ngaji, ngangon domba, dan tatkala malam sudah menyelimuti kebon dalem tak mungkin lagi belajar karena gelap gulita” (halaman 19)
b.      Pantang Menyerah
Keputusan sudah ditetapkan. Tak boleh ada bantahan atau sanggahan. Tapi aku bukan orang yang gampang menyerah” (halaman 20)


c.       Patuh
Aku mengangguk mendengar jawaban bapak sambil memegang perut yang mulai terasa perih” (halaman 171)
“Bapak punya keinginan lain dan sebagai anak aku harus menuruti keinginan itu” (halaman 339)
d.      Berjiwa Pemimpin
jika sudah demikian, akulah yang bertugas menegur Dirham agar kembali focus pada permainan” (halaman 188)
Aku tau, pada saat seperti ini, sebagai kapten tim, aku harus bisa membangkitkan semangat seluruh pemain” (halaman 266)
2)      Bapak watak beliau adalah Pekerja keras, tegas, disiplin, pendiam, dan penyayang.
Karakter    :
a.       Pekerja keras
Bapak sangat ulet dan tangkas bekerja, tangannya tak pernah bisa diam” (halaman 23)
b.      Tegas
Jika sudah berkata begitu, maka tak seorang pun diantara kami yang bisa mengubah keputusan itu” (halaman 20)
“Tapi, biasanya setelah sekali mengatakan “tidak bisa”, maka selamanya Bapak akan mengatakan hal yang sama” (halaman 19-20)
c.       Disiplin
Bapak memiliki sepasang mata yang tajam dan alis yang tebal. Rambutnya hitam dan kasar-kasar. Beliau sangat keras dan disiplin” (halaman 77)
“Saat mengantarkan makanan , dia akan tinggal hingga siang hari membantu ayahnya.” (halaman 17)
d.      Pendiam
Sebenarnya aku berharap lelaki pendiam itu pergi tidak terlalu lama” (halaman 253)
Tetapi, aku mencintai lelaki pendiam itu” (halaman 253)
e.       Penyayang
kehangatan yang masih suka ku rindukan bahkan sampai hari ini, mengusap kepalaku dengan pelan, lalu memelukku begitu lembut” (halaman 314)
3)        Ibu adalah Ibu dari Dahlan, watak dari ibu adalah Patuh, sabar, dan penyayang
Karakter :
a.       Patuh
Ibu tak pernah membantah, apalagi melawan, apa saja yang dilakukan dan diinginkan Bapak” (halaman 47)
b.      Sabar
Dari mbatik itu, barangkali Ibu belajar bersabar” (halaman 47)
c.       Penyayang
Sepasang lengan Ibu selalu hangat, baik lewat pelukan atau pun usapan, dan kami, anak-anaknya selalu merindukan lengan hangat itu” (halaman 47)
4)    Mbak Atun memiliki watak berbakti kepada orang tua, lemah lembut, dan penyayang
Karakter          :
a.       Berbakti pada orang tua
Juga wajah kakakku, Mbak Atun, yang ikhlas meninggalkan gajinya di kampong halaman demi Bapak, aku, dan Zain” (halaman 3)
b.      Lemah lembut
Belum lagi tutur katanya, seolah seluruh karakter Ibu diwariskan padanya ” (halaman 219)
c.       Penyayang
“Mbak Atun yang pertama merangkulku waktu aku tiba di halaman rumah. Erat, erat sekali” (halaman 221)
5)      Mbak Sofwati memiliki watak keras, tegas, dan pendiam.
Karakter         :
a.       Keras
Meski kami jarang bertemu, aku mengenal karakter keras kakakku ini” (halaman 109)

b.      Tegas
“Seperti Bapak, kakak perempuanku yang satu ini memang bicara seperlunya saja, tegas, dan tidak suka basa basi” (halaman 108)
c.       Pendiam
“Seperti Bapak, kakak perempuanku yang satu ini memang bicara seperlunya saja” (halaman 108)
6)      Ustad Ilham memiliki watak lemah lembut, ramah, tegas, dan berwibawa.
Karakter        :
a.       Lemah lembut
Satu persatu siswa ditatapnya dengan lembut, seolah semua adalah anak kandungnya sendiri” (halaman 36)
b.      Ramah
Ustad Ilham yang biasanya ramah, sekarang diam dan hanya menatap kami lekat-lekat” (halaman 105)
c.       Tegas
Mulai besok, selama seminggu, kalian harus datang lebih pagi dan menyapu seluruh lingkungan sekolah sampai bersih. Sekarang kembali ke kelas!” (halaman 106)
d.      Berwibawa
“Ustad Ilham mendeham dan menatap santri dengan penuh wibawa” (halaman 159)
7)        Kadir adalah teman dekat Dahlan sejak SR. Kadir memiliki watak polos, misterius, pendiam, mudah tersentuh, dan pantang menyerah.
Karakter        :
a.       Polos
Yang ku suka dari Kadir adalah kepolosan dan keterusterangannya. Dia jarang tersinggung meski jarang juga tertawa” (halaman 34)
b.      Misterius
tatapan matanya seperti menyimpan rahasia yang tak ingin diketahui oleh siapa pun” (halaman 34)



c.       Pendiam
“Kadir memang selalu hemat menggunakan kata. Seakan akan kamus akan habis kalau dia bicara lebih” (halaman 39)
“Remaja pendiam ini sejak kecil kehilangan ayah dan sekarang kehilangan ibunya” (halaman 283)
d.      Mudah tersentuh
“Aku tak tau apakah lantaran pengisahan yang menakjubkan atau karena memang perasaan Kadir yang mudah tersentuh” (halaman 57)
“Entah apa yang sedang dibayangkan lelaki perasa itu” (halaman 58)
e.       Pantang menyerah
“Bagiku, Kadir itu seorang pejuang. Dia punya harapan, dan dia berjuang untuk mewujudkan harapan itu” (halaman 101)
8)      Imran memiliki watak keras kepala, bandel dan jahil, bersahaja, namun pendendam.
Karakter         :
a.       Keras kepala
Sebagaimana kebanyakan anak orang kaya, Imran selalu ingin dituruti kemauannya” (halaman 63)
b.      Bandel dan jahil
Ada saja ulahnya setiap hari: berisik saat belajar atau ujian, mengganggu teman sebangkunya, melempari murid lain dengan remasan kertas, menggoda murid-murid perempuan hingga menangis, bolos kalau giliran berpidato, dan tak pernah duduk diam di kursi meski sudah ditegur berulang kali oleh guru.” (halaman 142)
c.       Bersahaja
takjub pada caranya menjawab pertanyaanku yang sungguh jauh dari kesan pamer atau minta dipuji. Dia bersikap wajar, biasa saja.” (halaman 199)


d.      Pendendam
“Jadi selama ini aku berteman dengan pembunuh keluargaku? Teriak Imran” (halaman 298)
9)      Komariyah sahabat Dahlan yang memiliki watak suka menolong, pemberani, tomboy, setia kawan, dan dewasa.
Karakter         :
a.       Suka menolong
Seketika tubuh Komariyah seperti tersaput awan putih dan sepasang sayap tumbuh di punggungnya” (halaman 96)
b.      Pemberani
Dia perempuan pemberani. Dia juga teman sekelasku di Madrasah Tsanawiyah PSM” (halaman 149)
c.       Tomboy
Ketika bocah-bocah perempuan lain di Kebon Dalem sibuk menemani ibu-ibu mereka mengolesi kain batik dengan malam, dia malah ikut bocah laki-laki ke tegalan.” (halaman 150)
d.      Setia kawan
           “Namun, dia sangat menghargai ikatan persahabatan” (halaman 150)
e.       Dewasa
“Jika bicara, dia seperti sudah sangat dewasa, padahal umurnya lebih muda satu tahu dariku” (halaman 149)
10)    Maryati memiliki watak baik hati, cerewet, tidak sabaran, dan sederhana.
Karakter         :
a.       Baik hati
Dia santri perempuan baik hati dan paling cantik di kelasku. Sekaligus paling cerewet” (halaman 99)
“Tanggung Lan, ambil semuanya saja. Jawab Maryati sambil menyerahkan pisang-pisang di tangannya lalu terus berjalan”  (halaman 144)
b.      Cerewet
Dia santri perempuan baik hati dan paling cantik di kelasku. Sekaligus paling cerewet” (halaman 99)
“Dia seperti burung dara piaraan Zain, tak mau berhenti berkicau” (halaman 113)
c.       Tidak sabaran
“Maryati bukan tipe orang yang suka menunggu, terbukti dia segera ke dalam rumah beberapa menit setelah menyandarkan sepedanya ke pagar” (halaman 318)
d.      Sederhana
“dia tetap sederhana dan tidak pandang bulu dalam membantu” (halaman 342)
11)   Zain adalah adik Dahlan yang memiliki watak patuh dan penyayang.
Karakter         :
a.       Patuh
Zain nyabit sendiri dulu ya? Badan mas rasanya capek sekali. Adikku satu-satunya itu mengangguk dan meninggalkanku sendirian” (halaman 257)
“Malam ini, dibawah temaram lampu teplok yang meliuk-liuk ditiup angin, Zain mengangguk dengan seulas senyum diujung bibirnya” (halaman 333)
b.      Penyayang
Zain berjalan ke dapur, dan tak lama berselang keluar sambil membawa cerek dan gelas, meletakkan gelas aluminium di hadapanku dan mengisisinya dengan air panas ” (halaman 93)
12)   Aisha memiliki watak yang mandiri dan murah senyum.
Karakter         :
a.       Mandiri
Dia anak orang kaya, putrid seorang mandor yang disegani, tetapi dia mencuci dan menjemur sendiri pakaiannya. Dia tidak manja meskipun dia bisa bermanja-manja” (halaman 363)
b.      Murah senyum
“Gadis berambut panjang yang menolong Maryati mengulum senyum” (halaman 117)
“Aku menoleh lagi kearah gadis berambut panjang. Ternyata dia masih disana, tersenyum manis kepadaku” (halaman 215)
13)  Arif memiliki watak bersahaja, lembut, dan suka membantu.
Karakter      :
a.       Bersahaja
 “Namun, dia tetap bersahaja. Tak pernah memilih-milih teman, itulah yang ku suka darinya” (halaman 142)
b.      Lembut
“Air mukanya yang lembut dan memancarkan kekuatan ketulusan, sekarang begitu sendu” (halaman 341)
c.       Suka membantu
“Kalau begitu pinjam sepedamu. Arif mengangguk dan berjalan ke dalam rumahnya. Kemudian, dia menuntun sepedanya menuju kami” (halaman 331)
d.       Latar
1)   Latar  Tempat
·                    Rumah Sakit
Sewaktu kecil, aku tak pernah membayangkan suatu ketika akan terbaring di kamar operasi dan menunggu detik-detik menegangkan seperti sekarang” (halaman 2)
·                    Desa Kebon Dalem
Kebon Dalem. Itulah kaampung kelahiranku. Sebuah kampong kecil dengan enam buah rumah, atau sebut saja gubuk, yang letaknya saling berjauhan.” (halaman 13)
·                    Pesantren Takeran
Matahari sudah sepenggalah waktu aku dan Bapak memasuki kawasan Pesantren Takeran” (halaman 29)
·                    Aula Pesantren
Aula Pesantren Takeran ini luas, seukuran dengan lapangan bola yang ada di kantor  perkebunan tebu di Gorang Gareng” (halaman 35)
·                    Sumur Tua Cigrok
Dan, tibalah kami di sumur tua Cigrok yang berada di Tengah-tengah tegalan dengan batang-batang ketela yang tumbuh liar” (halaman 68)
·                    Ladang Tebu
Setengah jam kemudian aku sudah berada di tepi lading tebu. Hamparan tebu sudah di depan mata” (halaman 83)
·                     Parit
sepeda meluncur deras ke arah parit, dan dengan keras menabrak tembok saluran” (halaman 116)
·                         Sungai Kanal
Matahari sudah melewati pucuk daun jati ketika aku tiba di dekat pintu air sungai kanal.” (halaman 120)
·                         Kandang Domba
Bapak dan juragan Akbar sudah tiba di kandang domba.” (halaman 136)
·                         Rumah Dahlan
Di beranda rumah, sepeda ringsek itu belum juga berpindah tempat.” (halaman 138)
·                         Langgar
Zain dan anak-anak Kebon Dalem beramai-ramai ke Langgar. Bapak sudah menunggu di depan pintu, senyum teduhnya menyambut kami” (halaman 144)
·                         Rumah Imran
Fadli tercengang ketika tiba di rumah Imran. Tak henti-hentinya dia berdecak mengagumi rumah yang megah dan mewah itu” (halaman 208)
·                         Lapangan Voli Kantor Camat Takeran
Lapangan di depan kantor camat Takeran dipenuhi penonton” (halaman 211)
·                         Belakang Kantor Camat
Setelah tiba di belakang kantor camat, serta merta anggota tim melompat-lompat” (halaman 224)


·                         Pendopo Kecamatan
Selepas salat Zuhur, seluruh anggota tim voli berkumpul di pendopo kecamatan” (halaman 229)
·                         Pasar Madiun
Kami memasuki pasar Madiun yang agak lengang.” (halaman 259)
·                           Rumah Kadir
“Rumah Kadir begitu muram. Sepertinya mata kesedihan sedang mengintai dari segala penjuru dan menebarkan kesuraman yang menyedihkan” (halaman 291)
·                           Lapangan Voli Gorang Gareng
“Dengan mengendarai sepedaa baru yang ku angsur setiap bulan dari Arif, aku tiba lebih cepat di lapangan voli Gorang Gareng” (halaman 309)
·                           Rumah Arif
“Lalu, sekonyong-konyong dia berlari ke dalam rumahnya, meninggalkan kami tanpa pesan sekalimat pun” (halaman 329)
·                           Halaman Gedung Pesanten
“Hari itu, di bawah rindang trambesi di halaman gedung berbentuk U, aku membayangkan nasib baru yang akan di gariskan Tuhan untukku” (halaman 340)
2)   Latar Waktu
·                         Shubuh
Matahari belum terbit waktu aku pulang nyabit rumput untuk domba-dombaku” (halaman 74)
·                         Pagi
Lalu pagi itu, bersama Bapak aku mulai petualangan berjalan sejauh enam kilometer dari Kebon Dalem ke Pesantren Takeran (halaman 28)
“Pagi itu tidak ada nasi tiwul di dapur, padahal kemarin Ibu sudah belanja agak banyak” (halaman 75)
·                         Siang
Matahari tepat berada di ubun-ubun, panas membara. Bayang-bayang memendek” (halaman 39)
“Cahaya matahari menerobos masuk lewat pintu yang terbuka dan membangunkanku, pertanda sekarang sudah siang” (halaman 80)
·                         Sore
Senja yang indah. Domba-dombaku sedang sibuk merumput di tepi sungai” (halaman 147)
·                         Maghrib
Sudah menjelang maghrib, tapi Bapak belum juga pulang” (halaman 92)
·                         Malam
Malam sudah tiba, Ibu sudah siap-siap menceburkan diri dalam kebisuan” (halaman 47)
3)   Latar Suasana
·                         Menegangkan
aku tak pernah membayangkan suatu ketika aku akan terbaring di kamar operasi dan menunggu detik-detik yang menegangkan seperti sekarang” (halaman 2)
“Seluruh anggota tim yang sedang melakukan pemanasan di lapangan memandangi kami dengan tegang” (halaman 326)
·                         Ribut
Santri-santri bergerombol, duduk tak beraturan, bising bak lebah yang diusik dari sarangnya” (halaman 35)
·                         Panik
Ibu tak bergerak. Dengan panik aku meraba pipi Ibu dan berdoa semoga tak terjadi apa-apa” (halaman 76)
·                         Sedih
Aku bingung, menoleh kanan kiri menyaksikan orang-orang berurai air mata, dan semakin tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi” (halaman 124)
“Sungguh aku tak ingin mengucapkan selamat jalan demi sebuah perpisahan yang tak kuharapkan” (halaman 220)
·                         Riuh
Kasak-kusuk itu semakin membuat ruang terbuka semakin riuh, bising, dan kacau-balau” (halaman 157)
“Penonton makin riuh, menggemuruh” (halaman 213)
·                         Gembira
Langit seolah pecah ketika pertandingan usai. Kemenangan tak terduga, dengan tragedi sepatu baru yang mendebarkan. Orang-orang menari gembira merayakan kemenangan kami” (halaman 277)
·                         Haru
Kebisuan itu sirna ketika Kadir memeluk Imran dengan mata berkaca-kaca. Suasana haru makin terasa” (halaman 308)
·                         Hening
Kadir tenggelam dalam dawai-dawai gitar dengan petikan yang menumbuhkan keheningan” (halaman 342)
d.      Alur/plot
Alur pada novel ini adalah alur mundur (sorot-balik/flash-back). Cerita ini diawali dengan keadaan tokoh utama yang kritis akibat penyakit liver akut. Pada saat dibius, beliau bermimpi akan masa lalunya bersama teman-teman dekatnya.
Dahlan mempunyai mimpi untuk neniliki sepatu dan sepeda agar memudahkannya pergi ke mana-mana. Impian itu berhasil ia wujudkan ketika dia mengajar voli anak-anak juragan kaya di daerahnya. Cerita ini di akhiri dengan tersadarnya tokoh utama setelah tidak sadarkan diri selama 18 jam. 

e.       Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pada novel Sepatu Dahlan yaitu sudut pandang  “aku”, pengarang atau narator berada didalam cerita. Pengarang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut dirinya “aku”.

Aku tak pernah membayangkan suatu ketika akan terbaring di kamar operasi dan menunggu detik-detik menegangkan seperti sekarang.” (halaman halaman 2)
Hingga Zain adikku, muncul sambil tersengal-sengal setelah berlari kencang dari arah rumah.” (halaman 17)
Aku sangat menghormati Bapak, mungkin karena takut atau memang suka, terlepas dari sikap taatnya terhadap aturan-aturan yang dibuatnya.” (halaman 17).


f.        Gaya Bahasa
v  Metafora
·         Kata-kata yang beliau pilih seolah butir-butir hujan yang menyejukkan kemarau berbulan-bulan di hati kami. (halaman 36)
·         Mangga itu adalah rezeki berlimpah bagi kami: buah pengganjal perut. (halaman 44)
v  Hiperbola
·         Seluruh isi perutku serasa ikut jebrol (halaman 1)
v  Asosiasi
·         Seperti karung basah saja layaknya ketika aku menjatuhkan diri di atas tikar pandan di tengah-tengah rumah. (halaman 39)
·         Telingaku mendenging seperti dikerubungi lalat. (halaman 40)
·         Terpaksa aku berjalan pelan-pelan, sepelan bekicot yang sering aku adu balap di tepi sungai. (halaman 49)
·         Dengan mulut komat-kamit seperti seseorang yang sedang merapal doa dengan khusyuk. (halaman 51)
v  Simile
·         Bising bak lebah yang diusik dari sarangnya .(halaman 35)
g.      Amanat
·                         Dalam menjalankan hidup hendaknya kita menjadi manusia yang panjang sabar serta selalu berserah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
·                         Jadilah manusia yang tidak mudah putus asa, selalu tegar menghadapi masalah, serta selalu bersyukur atas Anugerah yang Tuhan berikan
·                         Berpikirlah sebelum bertindak agar tidak ada penyesalan
·                         Pupuklah rasa saling peduli dan  tolong menolong
·                         Jangan berhenti bermimpi, karena mimpi yang akan membawa kita pada kenyataan.
·                         Kita harus menjalani problema kehidupan dengan ikhlas, sebab disitulah mental kita diuji.
·                         Kerja keras merupakan tonggak dari prestasi. Dengan usaha dan kerja keras maka apa yang kita  cita-citakan dapat menjadi suatu kenyataan


2 komentar: