1. IDENTIFIKASI
NOVEL
Judul : Sepatu Dahlan
Pengarang : Khrisna Pabichara
Penerbit : Noura Books (Mizan
Publika)
Cetakan : Pertama
Tahun
Terbit : Mei, 2012
Tempat
Terbit : Jakarta
Tebal
Buku : 390 halaman ;14 cm x 21 cm
2. UNSUR
INTRINSIK
a. Tema : Tema dalam
novel ini yaitu Impian atau cita-cita. Secara umum dalam novel ini pengarang
ingin mengungkapkan masalah sosial khususnya kemampuan seseorang untuk
memenuhi keinginan dan kebutuhan hidupnya dengan menempuh berbagai cara.
b. Tokoh
Tokoh Utama
: Dahlan
Tokoh
Pembantu : Bapak, Ibu, Zain, Mbak
Atun, Mbak Sofwati, Ustad Ilham, Kadir,
Imran, Komariyah, Maryati, Aisha, dan Arif
c. Penokohan
1) Dahlan adalah anak yang memiliki
watak pekerja keras, pantang menyerah, patuh, dan berjiwa pemimpin,
Karakter :
a. Pekerja
Keras
“selama
ini tak ada waktu luang agar aku bisa belajar dengan tenang, setelah sholat
shubuh sudah harus menyabit rumput, terus ke sekolah, setelahnya menyabit
rumput lagi, lalu belajar ngaji, ngangon domba, dan tatkala malam sudah
menyelimuti kebon dalem tak mungkin lagi belajar karena gelap gulita” (halaman
19)
b. Pantang
Menyerah
“Keputusan sudah ditetapkan. Tak boleh ada
bantahan atau sanggahan. Tapi aku bukan orang yang gampang menyerah” (halaman
20)
c. Patuh
“Aku mengangguk mendengar jawaban bapak
sambil memegang perut yang mulai terasa perih” (halaman 171)
“Bapak
punya keinginan lain dan sebagai anak aku harus menuruti keinginan itu”
(halaman 339)
d. Berjiwa
Pemimpin
“jika sudah demikian, akulah yang bertugas
menegur Dirham agar kembali focus pada permainan” (halaman 188)
“Aku tau, pada saat seperti ini, sebagai kapten
tim, aku harus bisa membangkitkan semangat seluruh pemain” (halaman 266)
2) Bapak
watak beliau adalah Pekerja keras, tegas, disiplin, pendiam, dan penyayang.
Karakter :
a. Pekerja keras
“Bapak sangat ulet dan tangkas bekerja,
tangannya tak pernah bisa diam”
(halaman 23)
b. Tegas
“Jika sudah berkata begitu, maka tak
seorang pun diantara kami yang bisa mengubah keputusan itu” (halaman 20)
“Tapi,
biasanya setelah sekali mengatakan “tidak bisa”, maka selamanya Bapak akan
mengatakan hal yang sama” (halaman 19-20)
c. Disiplin
“Bapak memiliki sepasang mata yang tajam
dan alis yang tebal. Rambutnya hitam dan kasar-kasar. Beliau sangat keras dan
disiplin” (halaman 77)
“Saat mengantarkan makanan , dia akan tinggal hingga
siang hari membantu ayahnya.” (halaman 17)
d. Pendiam
“Sebenarnya
aku berharap lelaki pendiam itu pergi tidak terlalu lama” (halaman 253)
“Tetapi, aku mencintai lelaki pendiam itu” (halaman 253)
e.
Penyayang
“kehangatan
yang masih suka ku rindukan bahkan sampai hari ini, mengusap kepalaku dengan
pelan, lalu memelukku begitu lembut” (halaman 314)
3)
Ibu adalah Ibu dari Dahlan, watak dari ibu
adalah Patuh, sabar, dan penyayang
Karakter :
a.
Patuh
“Ibu tak pernah membantah, apalagi melawan,
apa saja yang dilakukan dan diinginkan Bapak” (halaman 47)
b.
Sabar
“Dari mbatik itu, barangkali Ibu belajar
bersabar” (halaman 47)
c.
Penyayang
“Sepasang lengan Ibu selalu hangat, baik
lewat pelukan atau pun usapan, dan kami, anak-anaknya selalu merindukan lengan
hangat itu” (halaman 47)
4)
Mbak Atun memiliki watak berbakti kepada orang tua,
lemah lembut, dan penyayang
Karakter :
a.
Berbakti pada orang tua
“Juga wajah kakakku, Mbak Atun, yang ikhlas
meninggalkan gajinya di kampong halaman demi Bapak, aku, dan Zain” (halaman 3)
b.
Lemah lembut
“Belum lagi tutur katanya, seolah seluruh
karakter Ibu diwariskan padanya ”
(halaman 219)
c.
Penyayang
“Mbak
Atun yang pertama merangkulku waktu aku tiba di halaman rumah. Erat, erat
sekali” (halaman 221)
5) Mbak Sofwati memiliki
watak keras, tegas, dan pendiam.
Karakter :
a.
Keras
“Meski kami jarang bertemu, aku mengenal
karakter keras kakakku ini”
(halaman 109)
b.
Tegas
“Seperti
Bapak, kakak perempuanku yang satu ini memang bicara seperlunya saja, tegas,
dan tidak suka basa basi” (halaman 108)
c.
Pendiam
“Seperti
Bapak, kakak perempuanku yang satu ini memang bicara seperlunya saja” (halaman
108)
6)
Ustad
Ilham memiliki watak lemah lembut, ramah, tegas, dan
berwibawa.
Karakter :
a.
Lemah lembut
“Satu persatu siswa ditatapnya dengan
lembut, seolah semua adalah anak kandungnya sendiri” (halaman 36)
b.
Ramah
“Ustad Ilham yang biasanya ramah, sekarang
diam dan hanya menatap kami lekat-lekat” (halaman 105)
c. Tegas
“Mulai besok, selama seminggu, kalian harus
datang lebih pagi dan menyapu seluruh lingkungan sekolah sampai bersih.
Sekarang kembali ke kelas!”
(halaman 106)
d.
Berwibawa
“Ustad Ilham mendeham dan menatap santri
dengan penuh wibawa” (halaman 159)
7)
Kadir
adalah teman
dekat Dahlan sejak SR.
Kadir memiliki watak polos, misterius, pendiam, mudah tersentuh, dan pantang
menyerah.
Karakter :
a.
Polos
“Yang ku suka dari Kadir adalah kepolosan
dan keterusterangannya.
Dia jarang tersinggung meski jarang juga tertawa” (halaman 34)
b.
Misterius
“tatapan matanya seperti menyimpan rahasia
yang tak ingin diketahui oleh siapa pun” (halaman 34)
c.
Pendiam
“Kadir memang
selalu hemat menggunakan kata. Seakan akan kamus akan habis kalau dia bicara
lebih” (halaman 39)
“Remaja pendiam
ini sejak kecil kehilangan ayah dan sekarang kehilangan ibunya” (halaman 283)
d.
Mudah tersentuh
“Aku tak tau
apakah lantaran pengisahan yang menakjubkan atau karena memang perasaan Kadir
yang mudah tersentuh” (halaman 57)
“Entah apa yang
sedang dibayangkan lelaki perasa itu” (halaman 58)
e.
Pantang menyerah
“Bagiku, Kadir itu
seorang pejuang. Dia punya harapan, dan dia berjuang untuk mewujudkan harapan
itu” (halaman 101)
8)
Imran memiliki
watak keras kepala, bandel dan jahil, bersahaja, namun pendendam.
Karakter :
a.
Keras kepala
“Sebagaimana kebanyakan anak orang kaya,
Imran selalu ingin dituruti kemauannya” (halaman 63)
b.
Bandel dan jahil
“Ada saja ulahnya setiap hari: berisik saat
belajar atau ujian, mengganggu teman sebangkunya, melempari murid lain dengan
remasan kertas, menggoda murid-murid perempuan hingga menangis, bolos kalau
giliran berpidato, dan tak pernah duduk diam di kursi meski sudah ditegur
berulang kali oleh guru.” (halaman 142)
c. Bersahaja
“takjub pada caranya menjawab pertanyaanku
yang sungguh jauh dari kesan pamer atau minta dipuji. Dia bersikap wajar, biasa
saja.” (halaman 199)
d.
Pendendam
“Jadi selama ini
aku berteman dengan pembunuh keluargaku? Teriak Imran” (halaman 298)
9) Komariyah sahabat Dahlan yang memiliki watak suka
menolong, pemberani, tomboy, setia kawan, dan dewasa.
Karakter :
a.
Suka menolong
“Seketika tubuh Komariyah seperti tersaput
awan putih dan sepasang sayap tumbuh di punggungnya” (halaman 96)
b.
Pemberani
“Dia perempuan pemberani. Dia juga teman sekelasku di Madrasah
Tsanawiyah PSM” (halaman 149)
c.
Tomboy
“Ketika bocah-bocah perempuan lain di Kebon
Dalem sibuk menemani ibu-ibu mereka mengolesi kain batik dengan malam, dia
malah ikut bocah laki-laki ke tegalan.” (halaman 150)
d.
Setia kawan
“Namun,
dia sangat menghargai ikatan persahabatan” (halaman 150)
e.
Dewasa
“Jika
bicara, dia seperti sudah sangat dewasa, padahal umurnya lebih muda satu tahu
dariku” (halaman 149)
10) Maryati memiliki
watak baik hati, cerewet, tidak sabaran, dan sederhana.
Karakter :
a.
Baik hati
“Dia santri perempuan baik hati dan paling
cantik di kelasku. Sekaligus paling cerewet” (halaman 99)
“Tanggung
Lan, ambil semuanya saja. Jawab Maryati sambil menyerahkan pisang-pisang di
tangannya lalu terus berjalan” (halaman 144)
b. Cerewet
“Dia santri perempuan baik hati dan paling
cantik di kelasku. Sekaligus paling cerewet” (halaman 99)”
“Dia
seperti burung dara piaraan Zain, tak mau berhenti berkicau” (halaman 113)
c.
Tidak sabaran
“Maryati bukan
tipe orang yang suka menunggu, terbukti dia segera ke dalam rumah beberapa
menit setelah menyandarkan sepedanya ke pagar” (halaman 318)
d.
Sederhana
“dia tetap
sederhana dan tidak pandang bulu dalam membantu” (halaman 342)
11) Zain adalah
adik
Dahlan yang memiliki watak patuh dan penyayang.
Karakter :
a. Patuh
“Zain nyabit sendiri dulu ya? Badan mas
rasanya capek sekali. Adikku satu-satunya itu mengangguk dan meninggalkanku
sendirian” (halaman 257)
“Malam
ini, dibawah temaram lampu teplok yang meliuk-liuk ditiup angin, Zain
mengangguk dengan seulas senyum diujung bibirnya” (halaman 333)
b.
Penyayang
“Zain berjalan ke dapur, dan tak lama
berselang keluar sambil membawa cerek dan gelas, meletakkan gelas aluminium di
hadapanku dan mengisisinya dengan air panas ” (halaman 93)
12) Aisha memiliki
watak yang mandiri dan murah senyum.
Karakter :
a. Mandiri
“Dia anak orang kaya, putrid seorang mandor
yang disegani, tetapi dia mencuci dan menjemur sendiri pakaiannya. Dia tidak
manja meskipun dia bisa bermanja-manja” (halaman 363)”
b.
Murah senyum
“Gadis
berambut panjang yang menolong Maryati mengulum senyum” (halaman 117)
“Aku
menoleh lagi kearah gadis berambut panjang. Ternyata dia masih disana,
tersenyum manis kepadaku” (halaman 215)
13) Arif memiliki
watak bersahaja, lembut, dan suka membantu.
Karakter :
a.
Bersahaja
“Namun, dia tetap bersahaja. Tak pernah
memilih-milih teman, itulah yang ku suka darinya” (halaman 142)
b.
Lembut
“Air
mukanya yang lembut dan memancarkan kekuatan ketulusan, sekarang begitu sendu”
(halaman 341)
c. Suka
membantu
“Kalau begitu
pinjam sepedamu. Arif mengangguk dan berjalan ke dalam rumahnya. Kemudian, dia
menuntun sepedanya menuju kami” (halaman 331)
d.
Latar
1) Latar Tempat
·
Rumah Sakit
“Sewaktu kecil, aku tak pernah membayangkan
suatu ketika akan terbaring di kamar operasi dan menunggu detik-detik
menegangkan seperti sekarang”
(halaman 2)
·
Desa Kebon Dalem
“Kebon Dalem. Itulah kaampung kelahiranku.
Sebuah kampong kecil dengan enam buah rumah, atau sebut saja gubuk, yang
letaknya saling berjauhan.”
(halaman 13)
·
Pesantren Takeran
“Matahari sudah sepenggalah waktu aku dan
Bapak memasuki kawasan Pesantren Takeran” (halaman 29)
·
Aula Pesantren
“Aula Pesantren Takeran ini luas, seukuran
dengan lapangan bola yang ada di kantor perkebunan tebu di Gorang Gareng” (halaman 35)
·
Sumur Tua Cigrok
“Dan, tibalah kami di sumur tua Cigrok yang
berada di Tengah-tengah tegalan dengan batang-batang ketela yang tumbuh liar” (halaman 68)
·
Ladang Tebu
“Setengah jam kemudian aku sudah berada di
tepi lading tebu. Hamparan tebu sudah di depan mata” (halaman 83)
·
Parit
“sepeda meluncur deras ke arah parit, dan
dengan keras menabrak tembok saluran”
(halaman 116)
·
Sungai Kanal
“Matahari sudah melewati pucuk daun jati
ketika aku tiba di dekat pintu air sungai kanal.” (halaman 120)
·
Kandang Domba
“Bapak dan juragan Akbar sudah tiba di
kandang domba.” (halaman 136)
·
Rumah Dahlan
“Di beranda rumah, sepeda ringsek itu belum
juga berpindah tempat.” (halaman 138)
·
Langgar
“Zain dan anak-anak Kebon Dalem
beramai-ramai ke Langgar. Bapak sudah menunggu di depan pintu, senyum teduhnya
menyambut kami” (halaman 144)
·
Rumah Imran
“Fadli tercengang ketika tiba di rumah
Imran. Tak henti-hentinya dia berdecak mengagumi rumah yang megah dan mewah itu” (halaman 208)
·
Lapangan Voli Kantor Camat Takeran
“Lapangan di depan kantor camat Takeran
dipenuhi penonton” (halaman 211)
·
Belakang Kantor Camat
“Setelah tiba di belakang kantor camat,
serta merta anggota tim melompat-lompat” (halaman 224)
·
Pendopo Kecamatan
“Selepas salat Zuhur, seluruh anggota tim
voli berkumpul di pendopo kecamatan”
(halaman 229)
·
Pasar Madiun
“Kami memasuki pasar Madiun yang agak lengang.” (halaman 259)
·
Rumah Kadir
“Rumah
Kadir begitu muram. Sepertinya mata kesedihan sedang mengintai dari segala
penjuru dan menebarkan kesuraman yang menyedihkan” (halaman 291)
·
Lapangan Voli Gorang Gareng
“Dengan
mengendarai sepedaa baru yang ku angsur setiap bulan dari Arif, aku tiba lebih
cepat di lapangan voli Gorang Gareng” (halaman 309)
·
Rumah Arif
“Lalu,
sekonyong-konyong dia berlari ke dalam rumahnya, meninggalkan kami tanpa pesan
sekalimat pun” (halaman 329)
·
Halaman Gedung Pesanten
“Hari
itu, di bawah rindang trambesi di halaman gedung berbentuk U, aku membayangkan
nasib baru yang akan di gariskan Tuhan untukku” (halaman 340)
2) Latar Waktu
·
Shubuh
“Matahari belum terbit waktu aku pulang
nyabit rumput untuk domba-dombaku”
(halaman 74)
·
Pagi
“Lalu pagi itu, bersama Bapak aku mulai
petualangan berjalan sejauh enam kilometer dari Kebon Dalem ke Pesantren
Takeran” (halaman
28)
“Pagi
itu tidak ada nasi tiwul di dapur, padahal kemarin Ibu sudah belanja agak
banyak” (halaman 75)
·
Siang
“Matahari tepat berada di ubun-ubun, panas
membara. Bayang-bayang memendek”
(halaman 39)
“Cahaya
matahari menerobos masuk lewat pintu yang terbuka dan membangunkanku, pertanda
sekarang sudah siang” (halaman 80)
·
Sore
“Senja yang indah. Domba-dombaku sedang
sibuk merumput di tepi sungai”
(halaman 147)
·
Maghrib
“Sudah menjelang maghrib, tapi Bapak belum
juga pulang” (halaman 92)
·
Malam
“Malam sudah tiba, Ibu sudah siap-siap
menceburkan diri dalam kebisuan”
(halaman 47)
3) Latar Suasana
·
Menegangkan
“aku tak pernah membayangkan suatu ketika
aku akan terbaring di kamar operasi dan menunggu detik-detik yang menegangkan
seperti sekarang” (halaman 2)
“Seluruh
anggota tim yang sedang melakukan pemanasan di lapangan memandangi kami dengan
tegang” (halaman 326)
·
Ribut
“Santri-santri bergerombol, duduk tak
beraturan, bising bak lebah yang diusik dari sarangnya” (halaman 35)
·
Panik
“Ibu tak bergerak. Dengan panik aku meraba
pipi Ibu dan berdoa semoga tak terjadi apa-apa” (halaman 76)
·
Sedih
“Aku bingung, menoleh kanan kiri menyaksikan
orang-orang berurai air mata, dan semakin tak mengerti apa yang sebenarnya
terjadi” (halaman 124)
“Sungguh
aku tak ingin mengucapkan selamat jalan demi sebuah perpisahan yang tak
kuharapkan” (halaman 220)
·
Riuh
“Kasak-kusuk itu semakin membuat ruang
terbuka semakin riuh, bising, dan kacau-balau” (halaman 157)
“Penonton
makin riuh, menggemuruh” (halaman 213)
·
Gembira
“Langit seolah pecah ketika pertandingan
usai. Kemenangan tak terduga, dengan tragedi sepatu baru yang mendebarkan.
Orang-orang menari gembira merayakan kemenangan kami” (halaman 277)
·
Haru
“Kebisuan itu sirna ketika Kadir memeluk
Imran dengan mata berkaca-kaca. Suasana haru makin terasa” (halaman 308)
·
Hening
“Kadir tenggelam dalam dawai-dawai gitar
dengan petikan yang menumbuhkan keheningan” (halaman 342)
d. Alur/plot
Alur pada
novel ini adalah alur mundur (sorot-balik/flash-back).
Cerita ini diawali dengan keadaan tokoh utama yang kritis akibat penyakit liver
akut. Pada saat dibius, beliau bermimpi akan masa lalunya bersama teman-teman
dekatnya.
Dahlan
mempunyai mimpi untuk neniliki sepatu dan sepeda agar memudahkannya pergi ke
mana-mana. Impian itu berhasil ia wujudkan ketika dia mengajar voli anak-anak
juragan kaya di daerahnya. Cerita ini di akhiri dengan tersadarnya tokoh utama
setelah tidak sadarkan diri selama 18 jam.
e. Sudut
Pandang
Sudut
pandang yang digunakan pada novel Sepatu Dahlan yaitu sudut pandang “aku”, pengarang atau narator berada
didalam cerita. Pengarang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut
dirinya “aku”.
“Aku tak pernah
membayangkan suatu ketika akan terbaring di kamar operasi dan menunggu
detik-detik menegangkan seperti sekarang.” (halaman halaman 2)
“Hingga
Zain adikku, muncul sambil tersengal-sengal setelah berlari kencang dari arah
rumah.” (halaman 17)
“Aku
sangat menghormati Bapak, mungkin karena takut atau memang suka, terlepas dari
sikap taatnya terhadap aturan-aturan yang dibuatnya.” (halaman 17).
f.
Gaya Bahasa
v Metafora
·
Kata-kata yang beliau pilih seolah
butir-butir hujan yang menyejukkan kemarau berbulan-bulan di hati kami.
(halaman 36)
·
Mangga itu adalah rezeki berlimpah bagi
kami: buah pengganjal perut. (halaman 44)
v Hiperbola
·
Seluruh isi perutku serasa ikut jebrol
(halaman 1)
v Asosiasi
·
Seperti karung basah saja layaknya ketika
aku menjatuhkan diri di atas tikar pandan di tengah-tengah rumah. (halaman 39)
·
Telingaku mendenging seperti dikerubungi
lalat. (halaman 40)
·
Terpaksa aku berjalan pelan-pelan, sepelan
bekicot yang sering aku adu balap di tepi sungai. (halaman 49)
·
Dengan mulut komat-kamit seperti seseorang
yang sedang merapal doa dengan khusyuk. (halaman 51)
v Simile
·
Bising bak lebah yang diusik dari
sarangnya .(halaman 35)
g. Amanat
·
Dalam
menjalankan hidup hendaknya kita menjadi manusia yang panjang sabar serta
selalu berserah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
·
Jadilah
manusia yang tidak mudah putus asa, selalu tegar menghadapi masalah, serta
selalu bersyukur atas Anugerah yang Tuhan berikan
·
Berpikirlah
sebelum bertindak agar tidak ada penyesalan
·
Pupuklah
rasa saling peduli dan tolong menolong
·
Jangan berhenti bermimpi, karena mimpi yang akan
membawa kita pada kenyataan.
·
Kita harus menjalani problema kehidupan dengan ikhlas,
sebab disitulah mental kita diuji.
·
Kerja keras merupakan tonggak dari prestasi. Dengan
usaha dan kerja keras maka apa yang kita cita-citakan dapat menjadi suatu kenyataan
Makasi bang, ijin pakai utk tugas sekolah
BalasHapusIzin pke bng buat tugs sekolah
BalasHapus