Kamis, 14 Juli 2016

Makalah Hakikat, Ciri, dan Komponen Belajar Mengajar

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Hakikat Belajar Mengajar
Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan pembelajaran. Karena itu, inti proses pembelajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik disini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan. 


Bila hanya fisik anak yang aktif, tetapi mental dan fikirannya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya anak didik tidak belajar, karena anak didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya. Padahal belajar pada hakikatnya adalah “perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Walaupun pada kenyataannya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Misalnya, perubahan fisik, mabuk, gila, dan sebagainya.


Kegiatan mengajar bagi seorang guru menghendaki hadirnya sejumlah anak didik. Berbeda dengan belajar. Belajar tidak selamanya memerlukan kehadiran seorang guru. Cukup banyak aktivitas yang dilakukan oleh seseorang di luar dari keterlibatan guru. Belajar di rumah cenderung menyendiri dan terlalu banyak mengharapkan bantuan dari orang lain. Apalagi aktivitas belajar itu berkenaan dengan kegiatan membaca sebuah buku tertentu.
Mengajar pasti merupakan kegiatan yang mutlak memerlukan keterlibatan anak didik. Hal ini perlu sekali guru sadari agar tidak terjadi kesalahan tafsir terhadap kegiatan pembelajaran. Karena itu, belajar dan mengajar merupakan istilah yang sudah baku dan menyatu di dalam konsep pembelajaran.
Biasanya permasalahan yang guru hadapi ketika berhadapan dengan sejumlah anak didik adalah masalah pengelolaan kelas. Apa, siapa, bagaimana, kapan, dan di mana adalah serentetan pertanyaan yang perlu dijawab dalam hubungannya dengan masalah pengelolaan kelas. Peranan guru itu paling tidak berusaha mengatur suasana kelas yang kondusif bagi kegairahan dan kesenangan belajar anak didik. Setiap kali guru masuk kelas selalu dituntut untuk mengelola kelas hingga berakhirnya kegiatan belajar mengajar. Jadi, masalah pengaturan kelas ini tidak akan pernah sepi dari kegiatan guru. Semua kegiatan itu guru lakukan tidak lain demi kepentingan anak didik, demi keberhasilan belajar anak didik.
Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar. (Nana Sudjana, 1991 : 29).
Peranan guru sebagai pembimbing bertolak dari cukup banyaknya anak didik yang bermasalah. Dalam belajar ada anak didik yang cepat mencerna bahan, ada anak didik yang sedang mencerna bahan, dan ada pula anak didik yang lamban mencerna bahan yang diberikan oleh guru. Ketiga tipe belajar anak didik ini menghendaki agar guru mengatur strategi pengajarannya yang sesuai dengan gaya-gaya belajar anak didik. Akhirnya, bila hakikat belajar adalah “perubahan”, maka hakikat belajar mengajar adalah proses “pengaturan” yang dilakukan oleh guru.

B.  Ciri-Ciri Belajar Mengajar
Sebagai suatu proses pengaturan, kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari ciri-ciri tertentu, yang menurut Edi Suardi sebagai berikut:
1.      Belajar mengajar memiliki tujuan, yaitu untuk membentuk anak didik dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud dengan kegiatan belajar mengajar itu sadar akn tujuan, dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian.
2.      Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dalam menentukan interaksi perlu ada prosedur, atau langkah-langkah sistematik dan relevan. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang satu dengan yang lain, mungkin akan membutuhkan prosedur dan desain yang berbeda pula.
Sebagai contoh, misalnya tujuan pembelajaran agar anak didik dapat menunjukkan letak kota New York tentu kegiatannya tidak cocok kalau anak didik disuruh membaca dalam hati; dan begitu seterusnya.
3.      Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus. Dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupa, sehingga cocok untuk mencapai tujuan. Sudah barang tentu dalam hal ini perlu memperhatikan komponen-komponen yang lain, apalagi komponen anak didik yang merupakan sentral. Materi sudah harus didesain dan disiapkansebelum berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
4.      Ditandai dengan aktivitas anak didik. Sebagai konsekuensi bahwa, bahwa anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Aktivitas anak didik dalam hal ini, baik secara fisik maupun secara mental, aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep CBSA. Jadi, tidak ada gunanya melakukan kegiatan belajar mengajar, kalau anak didik hanya pasif. Karena anak didiklah yang belajar, maka merekalah yang harus melakukannya.
5.      Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam peranannya sebagai pembimbing,  guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam segala situasi proses belajar mengajar, sehingga guru akan merupakan tokoh yang dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik.
6.      Dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan disiplin. Disiplin dalam kegiatan belajar mengajar ini diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh guru dan anak didik dengan sadar. Mekanisme konkrit dari ketaatan pada peraturan atau tata tertib itu akan terlihat dari pelaksanaann prosedur. Jadi, langkah-langkah yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah digariskan. Penyimpangan dari prosedur berarti suatu indikator pelanggaran disiplin.
7.      Ada batas waktu. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas, batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu sudah harus tercapai.
8.      Evaluasi. Dari seluruh kegiatan diatas, masalah evalusai bagian penting yang tidak bisa diabaikan, setelah guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Evaluasi harus guru lakukan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

C.  Komponen-Komponen Belajar Mengajar
Sebagai suatu sistem tentu saja kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah komponen yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, metode, alat, sumber, dan evaluasi. Penjelasan dari setiap komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tidak ada satu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan ke arah mana kegiatan itu akan dibawa.
Sebagai unsur penting untuk suatu kegiatan, mka dalam kegiatan apa pun tujuan tidak bisa diabaikan. Demikian halnya juga dengan kegiatan belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, tujuan dalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dalam kegiatannya. Kegiatan belajar mengajaer tidak bisa dibawa sesuka hati, kecuali untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran adalah suatu cita-cita yang bernilai normatif. Dengan kata lain, dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamkan kepada anak didik.  Nilai-nilai itu nantinya akan mewarnai cara anak didik bersikap dan berbuat dalam lingkungan sosialnya, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Tujuan mempunyai jenjang dari yang luas dan umum sampai kepada yang sempit/khusus. Semua tujuan itu berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya, dan tujuan dibawahnya menunjang tujuan diatasnya. Bila tujuan terendah tidak tercapai, maka tujuan diatasnya juga tidak tercapai, sebagai rumusan tujuan terendah biasanya menjadikan tujuan diatasnya sebagai pedoman. Ini berarti bahwa dalam merumuskan tujuan harus benar-benar memperhatikan kesinambungan setiap jenjang tujuan dalam pendidikan dan pengajaran.
Tujuan adalah komponen yang dapat mempengaruhi komponen pembelajaran lainnya seperti bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, pemilihan metode, alat, sumber, dan alat evaluasi. Semua komponen itu harus bersesuaian dan didayagunakan untuk mencapai tujuan seefektif dan seefesien mungkin. Bila salah satu komponen tidak sesuai dengan tujuan, maka pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tidak akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Ny. Dr. Roestiyah, N.K. (1989:44) menyatakan bahwa suatu tujuan pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan perilaku (performance) murid-murid yang kita harapkan setelah mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan. Suatu tujuan pengajaran mengatakan suatu hasil yang kita harapkan dari pengajaran itu dan bukan sekadar suatu proses dari pengajaran itu sendiri. Akhirnya, guru tidak bisa mengabaikan masalah perumusan tujuan bila ingin memprogramkan pembelajaran.
2.      Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran proses belajar mengajar tidak akan berjalan. Karena itu, guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikannya pada anak didik. Ada dua persoalan dalam penguasan bahan pelajaran ini, yakni penguasaan bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang oleh guru sesuai dengan disiplinn ilmunya. Sedangkan bahan pelajaran pelengkap atau penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan seorang guru dalam mengajar dapat menunjang penyampaian bahan pelajaran pokok. Bahan penunjang ini biasanya bahan yang terlepas dari disiplin keilmuan guru, tetapi dapat digunakan sebagai penunjang dalam penyampaian bahan pelajaran pokok. Pemakaian bahan pelajaran penunjang ini harus disesuaikan dengan bahan pelajaran pokok yang dipegang agar dapat memberikan motivasi kepada sebagian besar atau semua anak didik.
Bahan adalah salah satu sumber belajar bagi anak didik. Bahan yang disebut sebagai sumber belajar ini adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan pengajaran. (Sudirman, N.K, 1991 : 203). Bahan pelajaran menurut Dr. Suharsimi Arikunto (1990) merupakan unsur inti yang ada dalam kegiatan belajar mengajar, karena memang bahan pelajaran itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh anak didik. Karena itu, guru khususnya atau pengembang kurikulum umumnya, tidak boleh lupa harus memikirkan sejauh mana bahan-bahan yang berkaitan dengan kebutuhan anak didik pada usia tertentu dan dalam lingkungan tertentu pula. Minat anak didik akan bangkit apabila suatu bahan diajarkan sesuai dengan kebutuhan anak didik. Maslow berkeyakinan bahwa minat seseorang akan muncul bila sesuatu iti terkait dengan kebutuhannya. (Sadirman, A.M., 1998 : 81). Jadi, bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak didik akan memotivasi anak didik dalam jangk waktu tertentu.
Biasaya aktivitas anak didik akan berkurang bila bahan pelajaran yang guru berikan tidak atau kurang menarik perhatiannya, disebabkan cara mengajar yang mengabaikan prinsip-prinsip mengajar. Guru merasa pintar dengan menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan perkembangan bahasa dan jiwa anak didik akan lebih banyak mengalami kegagalan dalam menyampaikan bahan pelajaran dalam proses belajar mengajar. Karena itu, lebih baik lebih baik menyampaikan bahan pelajaran sesuai dengan perkembangan bahasa anak didk daripada menuruti kehendak pribadi. Ini perlu mendapat perhatian yang serius, agar anak didik tidak dirugikan oleh sikap dan tindakan guru yang keliru.
3.      Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar akan melibatkan semua komponen pembelajaran, kegiatan belajar mengajar akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan akan tercapai.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan anak didik terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan pelajaran sebagai medianya. Dalaam interaksi itu anak didiklah yang lebih aktif, bukan guru. Guru hanya berperan sebagai motivator dan fasilitator. Inilah sistem pengajaran yang dikehendaki dalam pengajaran dengan pendekatan CBSA dalam pendidikan modern. Kegiatan belajar mengajar pendekatan CBSA menghendaki aktivitas anak didik seoptimal mungkin. Keaktifan anak didik menyangkut kegiatan fisik dan mental. Aktivitas anak didik bukan hanya secara individual, tetapi juga dalam kelompok sosial. Aktivitas anak didik dalam kelompok sosial akan membuahkan interaksi dalam kelompok. Interaksi dikatakan maksimal bila interaksi itu terjadi antara guru dengan semua anak diduk, antara anak dengan guru, dan antara anak didik dengan anak didik dalam rangka bersama-sama mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru sebaiknya memperhatikan perbedaan individual anak didik, yaitu pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis. Kerangka berikir demikian dimaksudkan agar guru mudah dalam melakukan pendekatan kepada anak didik secara individual. Anak didik sebagai individu memiliki perbedaan dalam hal sebagaimana disebutkan diatas. Pemahaman terhadap ketiga aspek tersebut akan merapatkan hubungan guru dengan anak didik, sehingga memudahkan melakukan pendekatan dalam pembelajaran.
Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar yang bagaimanapun, juga ditentukan dari baik atau tidaknya program pengajaran yang telah ditentukan dan akan berpengaruh terhadap tujuan yang akan dicapai.
4.      Metode
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingi dicapai setelah proses pembelajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak dapat menguasai satu pun metode mengajar yang dirumuskn dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan (Syaiful Bahri Djamarah, 1991 : 72).
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru tidak harus terpaku dengan satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode yang bervariasi agar jalannya pembelajaran tidak membosankan, tetapi menarik perhatian anak didik. Tetapi juga penggunaaan metode yang bervariasi tidak akan menguntungkan kegiatan belajar mengajar jika penggunaannya tidak tepat dan sesuai dengan kondisi yang mendukungnya dan dengan kondisi psikologis anak didik. Oleh karena itu, di sinilah kompetensi guru diperlukan dalam pemilihan metode yang tepat. Oleh karena itu, pemilihan dan penggunaan metode yang bervariasi tidak selamanya menguntungkan bila guru mengabaikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Prof. Dr. Winarno Surakhmad, M.Sc. M.Ed., mengemukakan lima faktor yang mempengaruhi penggunaan metode belajar sebagai berikut:
a.       Tujuan yang berbagai-bagai jenis dan fungsinya,
b.      Anak didik yang berbagai tingkat kematangannya,
c.       Situasi yang berbagai-bagai keadaannya,
d.      Fasilitas yang berbagai-bagai kualitas dan kuantitasnya,
e.       Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.
5.      Alat
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran, alat mempunyai fungsi, yaitu alat sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan, dan alat sebagai tujuan (Dr. Ahmad D. Marimba, 1989 : 51).
Alat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu alat dan alat bantu pembelajaran. Yang dimaksud dengan alat adalah berupa suruhan, perintah, larangan, dan sebagainya. Sedangkan alat bantu pembelajaran adalah berupa globe, papan tulis, spidol, kapur tulis, gambar, video, dan sebagainya.
Alat material termasuk alat bantu audiovisual di dalamnya. Penggunaan alat bantu audiovisual dalam proses belajar mengajar sangat didukung oleh Dwyer (1967), salah satu tokoh aliran realisme. Aliran realisme berasumsi bahwa belajar yang sempurna hanya dapat tercapai jika digunakan bahan-bahan audiovisual yang mendekati realitas. Menurut Miller, dkk. (1957), lebih banyak bahan audiovisual yang mendekati realisasi, makin mudah terjadi proses belajar. Karenanya, ada kecenderungan dari pihak guru untuk memberikan bahan pelajaran sebanyak mungkin dengan memberikan penjelasan yang mendekati realitas kehidupan dan pengalaman peserta didik.
Sebagai alat bantu dalam pendidikan dan pembelajaran, alat material (audiovisual) mempunyai sifat sebagai berikut:
a.       Kemampuan untuk meningkatkan persepsi,
b.      Kemampuan untuk meningkatkan pengertian,
c.       Kemampuan untuk meningkatkan transper belajar,
d.      Kemampuan untuk memberikan penguatan atau pengetahuan hasil yang dicapai,
e.       Kemampuan untuk meningkatkan retensi (ingatan).
6.      Sumber Pelajaran
Belajar mengajar sudah diketahui adalah proses penyampaian sejumlah nilai-nilai kepada anak didik. Nilai-nilai itu tidak datang dengan sendirinya, tetapi diambil dari berbagai sumber guna dipakai dalam proses belajar mengajar. Jadi, dari berbagai sumberberlah bahan belajar itu diambil
Sumber bahan pelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang (Drs. Udin Saripuddin Winataputra, M.A. dan Drs. Rustana Ardiwinata, 1991 : 165). Dengan demikian, sumber pelajaran itu merupakan bahan/materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang mengandung hal-hal baru bagi si pelajar. Sebab pada hakikatnya belajar adalah untuk mendapatkan hal-hal baru.
Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali terdapat di mana-mana: di sekolah, di halaman, di pusat kota, di pedesaan, dan sebagainya. Pemanfaatan sumber-sumber belajar tersebut tergantung pada kreativitas guru, waktu, biaya, serta kebijakan-kebijakan lainnya. (Drs. Sudirman N. dkk., 1991 : 203).
Dalam mengemukakan sumber-sumber belajar ini para ahli sepakat bahwa segala sesuatu dapat dipergunakan sebagai sumber belajar sesuai dengan kepentingan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mendapatkan gambaran apa-apa saja yang termasuk kategori sumber-sumber belajar, berikut di kemukakan pendapat-pendapat:
Ny. Dr. Roestiyah, N.K. (1989 : 53) mengatakan bahwa sumber-sumber belajar itu adalah:
a.       Manusia.
b.      Buku/perpustakaan.
c.       Mass media (majalah, surat kabar, radio, tv, dan lain-lain).
d.      Lingkungan.
e.       Alat pengajaran (buku pelajaran, peta, gambar, kaset, tape, papan tulis, dan lain-lain).
f.        Museum.
Drs. Sudirman N, dkk. (1991 : 203) mengemukakan macam-macam sumber belajar sebagai berikut:
a.       Manusia (people).
b.      Bahan (materials).
c.       Lingkungan (setting).
d.      Alat dan perlengkapan (tool and equipment).
e.       Aktivitas (activities).
1.      Pengajaran berprogram.
2.      Simulasi.
3.      Karyawisata.
4.      Sistem pengajaran modul.
Aktivitas sebagai sumber belajar meliputi:
-          Tujuan khusus yang harus dicapai oleh guru.
-          Materi (bahan pelajaran) yang harus dipelajari.
-          Aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Drs. Udin Saripuddin Winataputra, M.A. dan Drs. Rustana Ardiwinata (1991 : 165) berpendapat bahwa terdapat sekurang-kurangnya lima macam sumber belajar, yaitu:
a.         Manusia.
b.         Buku/perpustakaan.
c.         Media massa.
d.         Alam lingkungan:
1.      Alam lingkungan tebuka
2.      Alam lingkungan sejarah atau peninggalan sejarah
3.      Alam lingkungan manusia.
e.         Media pendidikan.
7.      Evaluasi
Istilah evaluasi berasal dari bahasa inggris, yaitu evaluation. Dalam buku Essential Of Educational Evaluation karangan Edwin Wand dan Gerald W. Brown. Dikatakan bahwa Evaluation refer to the act or prosess to determining the value of something. Jadi, menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sesuai dengan pendapat diatas, maka menurut Wayan Nurkancara dan P.P.N. Sumartana, (1983 : 1) evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai sebagai sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.
Berbeda dengan pendapat tersebut, Ny. Drs. Roestiyah N.K. (1989 : 85) mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
Dari kedua pengertian evaluasi tersebut, dapat diketahui tujuan penggunaan evaluasi. Tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. L. Pasaribu dan Simanjuntak menegaskan bahwa:

a.       Tujuan umum dari evaluasi
1.      Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
2.      Memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman yang didapat.
3.      Menilai metode mengajar yang diterapkan.

b.      Tujuan khusus dari evaluasi adalah:
1.      Merangsang kegiatan siswa.
2.      Menemukan sebab-sebab kemajuan dan kegagalan.
3.      Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.
4.      Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan orang tua dan lembaga pendidikan.
5.      Untuk memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan metode belajar. (Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991 : 189)
Dalam tujuan-tujuan yang dikemukakan tersebut, maka pelaksanaan evaluasi mempunyai manfaat yang sangat besar. Manfaat itu dapat ditinjau dari pelaksanaannya dan ketika akan memprogramkan serta melaksanakan proses belajar mengajar di masa mendatang (H. Muhammad Ali, 1992 : 113).
Dari tujuan itu juga dapat dipahami bahwa pelaksanaan evaluasi diarahkan kepada evaluasi proses dan evaluasi produk (W.S. Winkel, 1989 : 318). Evaluasi proses dimaksud, adalah suatu evaluasi yang diarahkan untuk menilai bagaimana pelaksanaan proses belajar mengajar yang telah dilakukan mencapai tujuan, apakah dalam proses itu ditemui kendala, dan bagaimana kerja sama setiap komponen pembelajaran yang telah diprogramkan dalam suatu pelajaran. Evaluasi produk dimaksud, adalah suatu evaluasi yang diarahkan kepada bagaimana hasil belajar yang telah dilakukan oleh siswa, dan bagaimana penguasaan siswa terhadap bahan/materi pelajaran yang telah diberikan oleh guru ketika proses belajar mengajar berlangsung.
Ketika evaluasi dapat memberikan manfaat bagi guru dan siswa, maka evaluasi mempunyai fungsi sebagai berikut:
a.    Untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar, serta mengadakan perbaikan program bagi siswa.
b.    Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil belajar bagi setiap murid. Antara lain digunakan dalam rangka pemberian laporan kemajuan belajar murid kepada orang tua, penentuan kenaikan kelas, serta penentuan lulus tidaknay seorang murid.
c.    Untuk menentukan murid didalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki siswa.
d.    Untuk mengenal latar belakang murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar, nantinya dapat dipergunakan sebagai dasar dalam pemecahan kesulitan-kesulitan belajar yang timbul. (Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991 : 1890).









Tidak ada komentar:

Posting Komentar